Cerpen Bobo "Menggagalkan Penculikan"

Cerpen Bobo "Menggagalkan Penculikan"

Bangunan tua diatas bukit itu entah sudah berapa ratus tahun umurnya. Bangunannya masih tampak kokoh, hanya kini tampak tak terurus dan penuh semak belukar. Entah siapa pemiliknya, tak seorang pun tahu. Bila malam tiba bangunan itu tampak seram. Tak seorang pun berani mendekat.

Malam itu, tidak seperti biasanya! Samar-samar Rian melihat berkas sinar lampu dari salah satu kamar di bangunan itu. Hanya samar-samar! 

“Siapa yang begitu berani malam-malam begini ada di bangunan angker itu ?” Rian bertanya-tanya dalam hati. Ia lalu segera mencari pamannya. 

“Aku melihat sesuatu yang aneh, Paman,” Rian memberi tahun pamannya yang sedang menggosok batu cincin di ruang kerjanya.

“Apa ?” tanya Paman Yonas tanpa menoleh.

“Ada cahaya lampu di bangunan tua itu,” tutur Rian.

 

Paman Yonas menunda pekerjaannya dan menoleh ke Rian. Keningnya berkerut. “Kau tidak salah liat ?” dia bertanya dengan wajah sungguh-sungguh.

“Tidak! Cahayanya dari salah satu ruangan di bagian bawah.”

Paman Yonas mengusap-usap dagunya.

“Kalau Paman tidak percaya, lihat saja sendiri!” ujar Rian sambil meninggalkan kamar itu.

Paman Yonas ikut keluar, lalu mengamati bangunan tua itu. Benar! Dia melihat seberkas cahaya disana. Dia mengangguk kecil lalu tampak seperti sedang berpikir.

“Kau benar! Ada orang di sana. Aku akan menyelidikinya,” ujar Paman Yonas kemudian. “Mudah-mudahan hanya orang iseng saja. Tapi, rasanya aku perlu waspada selalu,” ujarnya.

“Aku ikut!” serta-merta Rian berucap.

 

Sejenak Paman Yonas ragu. Namun, kemudian dia mengizinkan. Paman Yonas menyiapkan lampu senter dan menyelipkan sebilah belati dipinggangnya. Melihat pamannya, Rian pun bergegas mengambil potongan kayu dari dapur.

“Kau tidak takut?” tanya Paman Yonas sambil tersenyum melihat ulah Rian.

“Kan ada Paman,” sahut Rian sekenanya.

 

Sekali lagi Paman Yonas tersenyum. Mereka kemudian berjalan menembus kegelapan. Jalan menuju bangunan tua itu cukup sulit. Banyak rumput ilalang yang tumbuh liar. Tanahnya pun tidak rata dan banyak bekas longsoran. Semakin dekat dengan bangunan itu, mereka semakin berhati-hati. Paman Yonas tidak lagi menggunakan lampu senternya. Dia takut terlihat oleh orang yang mungkin berada di bangunan tua itu. Beberapa kali mereka berhenti untuk mengamati sekelilingnya.

 

Tiba di bagian samping bangunan, mereka menyusuri tembok. Mereka berjalan menuju jendela yang bercahaya lampu. Dengan hati-hati mereka mengintip. Tampak oleh mereka, seorang gadis kecil berpakaian seragam sekolah duduk bersimpuh di lantai. Wajahnya pucat dan ketakutan. Di depannya duduk seorang laki-laki bercambang. Wajahnya kelihatan bengis.

“Bila kau tidak menangis terus, tengah malam nanti kau boleh pulang ke rumah orang tuamu. Jangan takut! Ayahmu pasti akan menjemputmu! Ia juga berjanji akan memberikan kami hadiah yang cukup banyak. Nah, duduklah yang manis!” kata laki-laki bercambang itu seraya menyeringai.

 

Rian dan Paman Yonas saling berpandangan. Tahulah mereka, orang itu adalah penculik yang tengah menunggu uang tebusan. Paman Yonas memberi isyarat kepada Rian untuk menyingkir.

“Orang yang kita lihat memang hanya satu. Tapi, mungkin masih ada yang lain,” bisik Paman Yonas ketika mereka berada di semak-semak. “Aku mau masuk menolong anak itu. Kau tunggu di luar saja ya! Bila ada yang datang, cepat beri isyarat padaku.”

Rian mengangguk. “Apa isyaratnya, Paman?” tanyanya lirih.

“Lempar kerikil saja ke atas genting,” sahut Paman Yonas.

 

Sekali lagi Rian mengangguk, lalu bersembunyi di balik semak. Dia menggenggam erat-erat potongan kayu yang dibawanya. Tanpa terasa tubuhnya basah oleh keringat. Jantungnya berdegup keras.

Tak lama kemudian, dia mendengar suara gaduh dari ruangan yang bercahaya lampu. “Pasti Paman Yonas sedang berurusan dengan penculik itu,” bisik Rian sambil terus berjaga-jaga.

Tiba-tiba, Rian mendengar suara langkah orang di dekatnya. Dia semakin erat menggenggam potongan kayunya. Dari balik semak, dia melihat tubuh tinggi besar berjalan sambil bersiul-siul kecil. Begitu orang tersebut lewat didekatnya, Rian mengayunkan kayu yang dibawanya dengan sekuat tenaga. Tanpa ampun lagi tubuh tinggi besar itu langsung terjungkal dan pingsan. Napas Rian memburu. Kakinya gemetar. Sementara itu suara ribut-ribut di dalam bangunan tua telah berhenti. Rian berlari kea rah jendela. Hatinya merasa lega  ketika dia melihat Paman Yonas tengah mengikat tangan si penculik.

“Paman….” Panggil Rian.

 

Paman Yonas menoleh. 

“Aku dapat satu!” Rian memberi tahu dengan wajah gembira.

“Benar???” tanya Paman Yonas tak percaya.

Rian mengangguk. Paman Yonas kemudian mengeluarkan gadis kecil itu lewat jendela yang tidak berkaca lagi.

“Kau tidak apa-apa?” Rian bertanya kepada gadis kecil yang masih tampak ketakutan itu. Gadis kecil itu hanya menggeleng lemah.

“Jangan takut ada Paman yang menolongmu. Berapa orang yang menculikmu ?”

“Ti…ga o…..rang….” sahut gadis kecil itu dengan terbata-bata.

“Tiga orang? Berarti masih ada seorang lagi!” kata Rian dengan nada cemas ketika melihat pamannya mengikat si penculik.

“Sudah Paman bereskan! Sekarang dia sedang tidur di bekas dapur,” sahut Paman Yonas dengan tenang.

 

Rian bernapas lega. Setelah semuanya beres, Paman Yonas buru-buru pergi ke kantor polisi untuk melapor. Dia pun tak lupa memberi tahu orang tua gadis kecil itu. Sejam kemudian kedua orang tua gadis tiba di kantor polisi. Mereka sangat berterima kasih kepada Paman Yonas dan Rian yang telah menyelamatkan anak mereka.

“Bapak benar-benar hebat!” puji Kapten Yulius.

“Bukan saya, tapi keponakan saya ini yang hebat,” sahut Paman Yonas seraya menunjuk Rian. Kapten Yulius tertawa. Paman Yonas juga tertawa.

 

Source Gambar

https://www.freepik.com/premium-vector/dad-holding-his-son-happy-family-print-cartoon-style-uncle-nephew-clipart-element_28044023.htm#query=uncle%20and%20boy&position=38&from_view=search

Sumber              : Kumpulan Cerpen Bobo 16

Penerbit             : PT Penerbitan Sarana Bobo, Jakarta 

Pengarang    : Supangat WS

Share this Post:
Artikel oleh Neskala

Related Posts: